iklan space 728x90px

Thomas Stanford Raffles yang Temukan Borobudur, Benarkah?


WartaIptek.com - Sir Thomas Stanford Raffles, gubernur jenderal Hindia-Belanda saat Pulau Jawa di bawah kekuasaan Inggris, tidak pernah ke Borobudur tapi dianggap berjasa menemukan kembali candi Buddha terbesar itu.

Pemerintah Hindia-Belanda meneruskan pekerjaan Raffles dua dekade kemudian, tapi hanya untuk menjarah artefak dan arca-arca Borobudur dan dijadikan cindera mata. Raja Chulalangkorn dari Thailand adalah salah satu kepala negara yang mendapat hadiah berupa acara lima area Buddha, 30 batu relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga, area gerbang penjaga Dwarapala.

Kini, Borobudur berada di bawah perlindungan UNESCO, dan Indonesia selama bertahun-tahun memugar, mempercantik, dan mempromosikannya kepada masyarakat dunia. Terakhir, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menjadikannya sebagai satu dari 10 Destinasi Prioritas, untuk mendongkrak angka kunjungan wisata menjadi 20 juta pada tahun 2019.

Terletak di antara empat gunung di Jawa Tengah; Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Sumbing, dan Gunung Sindoro, Borobudur adalah bangunan paling eksotis yang dikagumi dunia.

Menurut prasasti Kayumwungan yang memiliki tanggal 26 Mei 824, Borobudur dibangun atas perintah Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra, antara abad ke-8 - abad ke-9, bersamaan dengan dibangunnya Candi Pawon dan Candi Mendut. Relief Karwa Wibhangga memperkuat kemungkinan itu. Relief ditulis dalam huruf pallawa, aksara yang berkembang pada abad ke-8 Masehi.

Semula banyak pakar mengatakan Borobudur dibangun selama 50 tahun. Namun analisis karbon membuktikan Borobudur, saat masih berupa tata susun bertingkat yang membentuk piramida berundak, sempat dibongkar karena kesalahan rancangan.

Pembongkaran tidak sekali, tapi dua. Pembongkaran kedua terjadi pada tahap ketiga pembangunan saat undak di atas lingkaran yang dilengkapi stupa harus diganti dengan tiga undak lingkaran. Perubahan kecil juga terjadi pada pembangunan tahap keempat, dengan perubahan relief, penambahan tangga, dan penggunaan lengkung di atas pintu masuk.

Pembangunan Borobudur memakan waktu antara 75 tahun di bawah kepemipinan arsitek Gunadarma. Setelah diresmikan, candi digunakan sempat tempat ibadah dan ziarah umat Buddha. Namun, 150 tahun setelah digunakan, Candi Borobudur ditinggalkan dan terlantar.

Tekanan pemeluk Hindu yang dominan memaksa umat Buddha melakukan migrasi besar-besaran. Populasi umat Buddha yang sedikit tidak mungkin merawat candi sedemikian besar. Borobudur terlantar, terlupa, tertimbun material Gunung Merapi, dan tertutup belantara. 

Arsitek Gunadarma menerapkan sistem interlock, ia juga menggerakan banyak penduduk untuk mengangkat 60 ribu meter kubik batu andesit dari Sungai Elo dan Progo, membentuknya menjadi dua juta balok, dan memindahkan jauh ke pedalaman.

Balok-balok batu itu dipapat dan dirangkai menjadi puzzle raksasa yang menutupi bukit kecil, sampai akhirnya berbentuk candi. Tidak diketahui berapa ratus seniman dikerahkan untuk memahat relief dan bagian bangunan lainnya.

Borobudur dibagi tiga tingkatan. Kamadathu yang melambangkan hasrat dan nafsu. Rupadhatu yang melambangkan dunia rupa dan bentuk. Arupadhatu sebagai simbol dunia tanpa bentuk.

Dari ketinggian, Borobudur tak ubahnya teratai di atas bukit. Dinding candi di Kamadathu dan Rupadathu adalah kelopak bunga. Deretan stupa yang melingkar di tingkat Arupadathu adalah benang sari. Stupa induk melambangkan Buddha duduk di atas kelopak bunga teratai.

Jauh dari lokasi Candi Borobudur, Angkor Wat bernasib jauh lebih baik. Dibangun Raja Suryawarman II pada abad ke-12 sebagai kuil Hindu. Angkor Wat dialihfungsikan sebagai tempat ibadah umat Buddha, seratus tahun setelah pembangunan selesai. Inilah yang membuat Angkor Wat lebih terawat dan terperlihara.

Sampai saat ini pun Angkor Wat bernasib lebih baik. Setiap tahun Angkor Wat dikunjungi 2,3 juta wisman, Candi Borobudur didatangi 254 ribu wisman. Padahal, Borobudur jauh lebih unggul, lebih tua, lebih besar, dan lebih dihormati sebagai heritage site. Namun, pengelolaan Borobudur jauh lebih rumit. Angkor Wat ditangani satu manajemen. Borobudur diurus empat CEO; Dikbud, BUMN, PT Taman Candi dan  pemerintah kabupaten. Bahkan Candi Borobudur juga kalah dengan Georgetown (Penang), heritage site yang berisi gereja, kuil, dan masjid abad ke-19.

Pembentukan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Borobudur adalah prioritas. Borobudur harus bisa menjadi andalan untuk mengangkat angka kunjungan wisatawan ke Indonesia menjadi 20 juta pada tahun 2019.

Follow Warta Iptek di Google News

0 Response to "Thomas Stanford Raffles yang Temukan Borobudur, Benarkah?"

Posting Komentar

Berilah komentar yang sopan dan konstruktif. Diharap jangan melakukan spam dan menaruh link aktif! Terima kasih.