iklan space 728x90px

Toxoplasmosis: Siklus Hidup dan Pencegahannya

WartaIptek.com - Penyebab Toxoplasmosis adalah organisme Toxoplasma gendii yang biasanya terdapat pada hewan golongan Carnivora (kucing), dan manusia; Carnivora yang lain merupakan host yang dapat tertular juga. Melihat bentuknya gambaran organisme ini termasuk golongan Protozoa. Pada umumnya organisme ini terdapat di luar eritrosit (exoerythrocyt), mirip dengan siklus hidup malaria. Terdapat banyak macam Toxoplasma yang lain yang terdapat pada anjing, kelinci, tikus.
Toxoplasma tidak dapat digolongkan pada kelas Sporozoa sebab:
1. Perbanyakan diri dengan pembelahan diri yang mirip schizogoni.
2. Non spesiiik terhadap host dan jaringan.
3. Tidak pasti vektornya (Arthropoda sebagai vektor biologis.)
4. Tidak dijumpai stadium seksual dan stadium resisten.

Morfologi
Organismenya berbentuk bulan sabit, tetes air dengan ukuran 4-6 U x 2-3 U, dengan inti yang menonjol bulat yang tampak pada pengecatan Wright dan Giemsa. Sitoplasmanya tampak biru dengan inti merah, berupa masa kromatin. Kadang-kadang dijumpai gambaran butir-butir merah di sekitar nukleus yang disebut para nuclear body. Parasit ini terdapat dalam sel mononukleus dan endotel sel. Bentukannya sering dikelirukan dengan Leishmania. Pada manusia preparatnya dapat dibuat dari apusan bahan eksudat. Gambaran yang ditemukan berupa massa pseudocyst yang ekstra selulair atau intra selulair.


Habitat
Parasit ini terutama terdapat pada sel endotel, leukosit mono nukleus, dan cairan tubuh, sel jaringan. Pada binatang percobaan yang diinokulasikan parasit ini hasilnya tidak berbeda dengan gambaran pada natural host.

Siklus Hidup, Cara Reproduksi, Penularannya
Manusia dapat terinfeksi parasit ini dengan cara:
1. Didapat (acguired)
Bentuk ini dapat ditularkan melalui sperma, transplasenta pada ibu hamil yang menderita penyakit ini.
2. Dari lingkungan.
Penularan melalui bentuk trophozoit ditularkan melalui ASI, air seni, tinja.
Pada umumnya melalui bentuk trophozoit lewat mulut. Bentuk pseudocyst ditularkan pada manusia, hewan terutama yang PH asam lambungnya rendah (achlorhydria). Bentuk kistanya juga infektif terhadap manusia dan golongan Carnivora.

Reproduksinya dengan pembelahan diri memanjang, dimulai dari nukleus dilanjutkan sitoplasmanya. Cara ini mirip dengan schizogoni. Rangsangan pembelahan diri tergantung besarnya masa yang terbentuk yaitu ± 20-30 nukleus.

Cara penularannya belum jelas. Pada babi cara penularannya melalui bahan yang mengandung parasit berupa:
- cairan intra masal.
- cairan-intra vena.
- cairan intra kutan.
- cairan intra peritoneal.
- jaringan sub kutan.
- sel mononukleus.

Cairan intra masal sebagai penyebab kasus meningoencephalitis. Eichenwall (1948) menemukan penularan melalui ASI dan transplasenta. Pinkerton (1948) menemukan toxoplasmosis melalui gigitan serangga, mungkin Arthropoda sebagai penyebar infeksi toxoplasmosis. Perin dkk (1948) menginokulasikan pada otak, menyebabkan encephalomyelitis, diketemukannya juga tikus sebagai natural/reservoir host. Pinson dkk (1949) menemukan "spontaneus toxoplasmosis" pada kelompok babi, sedangkan sabin (1949) menemukan tes serologi dengan kadar yang tinggi pada anak dengan gangguan psikomotor dengan/tanpa hydrocephalus atau microcephali dengan disertai gangguan pengapuran jaringan otak atau chorioretinitis. Infeksi kongenital diketemukan kadar neutralizing Antibodi darah ibu dengan anak yang menderita infeksi.

Antibodi yang bersifat pencegahan pada serum akan tetap ada, tetapi tidak pada.infeksi yang laten. Antibodi ini tetap memberi perlindungan selama 14 bulan.



Pencegahan
Pencegahan dilakukan terhadap kemungkinan kontarninasi bahan infeksius pada tangan, makanan, air yang biasanya berupa kotoran kucing. Penyebaran trophozoit dapat dihindari dengan memasak semua daging babi, sapi. Umumnya daging dimasak pada semua bagian pada suhu di atas 65°C selama 4-5 menit atau lebih. Pada suhu 4°C bentuk oocyst tetap hidup dalam daging selama lebih dari 4 minggu, baru akan mati apabila daging didinginkan pada suhu 15°C selama lebih dari tiga hari.

Pencegahan yang lain adalah dalam bentuk vaksinasi. Ada beberapa hal yang masih menjadi pemikiran lebih lanjut dari konsep vaksinasi untuk melawan infeksi Toxoplasma, walaupun hambatannya masih tidak bertentangan dengan tujuan program vaksinasi itu sendiri. Hasil yang diharapkan dapat berupa pencegahan terhadap kemungkinan abortus dan kematian neonatal pada manusia ataupun hewan piaraan atau berupa pencegahan terhadap bentuk oocyst yang disebarkan oleh kucing. Suatu vaksin yang tersedia untuk pencegahan jangka panjang, aman, ekonomis, dan dapat disimpan serta mudah didapat.

Pada umumnya vaksin dibuat dari organisme yang dimatikan, akan memberikan pencegahan yang lemah. Pemberian vaksin pada marmut dari organisme yang dilemahkan, kemudian direndam dengan garam atau larutan Freud's Complete Ajuvant (FCA) telah memberikan perlindungan terhadap strain Toxoplasma yang ganas pada dosis yang mematikan. (Cutchin dan Waren.1956; Jacobus 1956, Foster dan McCulloch 1958), tetapi perlindungannya tidak bersifat menyeluruh.

Sarjana lain (Ini 1979) memberikan imuisasi pada tikus, dari bahan dinding sel Toxoplasma dan bagian sitoplasma yang diemulsikan dengan minyak dan air bila diberikan bersama bahan yang non spesifik berupa glikolipid imunopotentiator akan memberikan pencegahan yang pasti terhadap strain ganas Toxoplasma.

Pada penelitian yang pemah dilakukan bahwa polinukleotida yang diberikan pada tikus akan mengaktifkan sel makrofag peritoneal dan membuatnya tahan terhadap organisme intrasel (Remington dan Mergan 1978). Oleh karena itu diduga kemampuan pencegahan dari infeksi Toxoplasma mungkin bersifat non spesifik.

Kesimpulan
Toxoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, manusia tertular dari Carnivora. Vaksinasi adalah salah satu pencegahannya. Dikemukakan beberapa bahan untuk pembuatan vaksin.

Daftar Pustaka
  1. Brown, H.W.: Dasar Parasitologi klinik ed P.T. Gramedia. Jakarta .1§879), hal 110-117.
  2. Frenkel, J. K. & A Ruis.: Endernicity of Toxoplasmosis in Costa Rica, Transmission between cats, soils, intermediated host and humans. Am. J. Epid. 113 (3): 1981, p 254-269.
  3. Hall. S.M.: Diagnosis of Toxoplasmosis. Br Med } (1984): 289; p 870-571.
  4. Kea, B.H. AC. Kinball, W.N. Christensen. An Epidemic of Acute Toxoplasmosis. JAMA 208(6); 1969, p 1002-1004.
  5. Ruiz, A. J. K. Freikel, L. Cerds: Isolation of Toxoplasmosis from soil J. Parasitologi 59(1); 1973; p 204-206.
  6. Srisasi, G.: Serological study of antibodi to Toxoplasma Gondii in Jakarta, Indonesia. South East Asia J Trop. Med Pub. Health. 9(3): 1980, p 308-311.
  7. Wallace, G. D. The Role of the cat in natural history of Toxoplasma Gondii. Am J Trop Med 22(3); 1973, p 313-322.
  8. Kraenbuhl J. L. Renington J. S.: The Immunology of Toxoplasma and Toxoplasmosis In: Immunology of Parasitic Infections 2nd Edition, Edited by Conn S and Warren K.S Blackwell Scientific Publications, Oxford, London, Edinburg, Boston Melbourne, 1982. pp 336-421.
  9. Rose N.R, Friedman H: Manual of Clinical Immunology. American Society for Microbiology, Washington D.C., 1980.
Referensi :
  • Disalin dari karya Nurtjahjo, R. Heru P, IAB Dewi (Jurusan Analis Medis Fakultas Non Gelar Kesehatan Universitas Airlangga, Surabaya).
  • Pernah dipublikasikan di majalah Medika No. 9, September 1988.
Follow Warta Iptek di Google News