iklan space 728x90px

Ibnu Haitham al Basri, Perintis Ilmu Optika

WartaIPTEK.com - Para pakar teknologi optika zaman sekarang, sudah sepakat, ilmu optika Muslim pada tingkat permulaan, jauh lebih maju daripada ilmu optika Eropa Abad Pertengahan. Selama beberapa abad, ilmuwan optika Eropa sangat bergantung kepada satu buku Arab di lapangan itu. Yaitu "Kitabul Manazir", karya Ibnu Haitham dari Basrah. Nama tersebut di Eropa terkenal dengan sebutan "Alhazen".

Keistimewaan "Kitabul Manazir? (diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard of Cremona, menjadi "Opticae Theasurus", terbit tahun 1572), karena mampu menggabungkan sangat banyak teori dan pengetahuan ilmiah yang berkaitan dengan peran indra penglihatan.

Ibnu Haitham mampu membahas peran, fungsi dan struktur mata, yang melebar kepada masalah perspektif, bias cahaya, perubahan sinar di angkasa, bintang berekor (komet), fatamorgana, dan kamera obscura yang menjadi titik tolak teknologi kamera dan fotografi di masa-masa sesudahnya.

Penemuan Ibnu Haitham yang paling revolusioner, adalah tentang sifat mata yang sebenarnya. Berabad-abad sebelumnya, Euclid dan Ptolomeus, dua pentolan astronomi Yunani, berpendapat, penglihatan mata disebabkan sinar-sinar luar yang dipancarkan kembali oleh mata kepada benda-benda yang dilihatnya.

Ibnu Haitham menentang teori itu, dengan membuat rumusan, benda-bendalah yang memancarkan cahaya kepada mata, dan di dalam mata dibentuk gambaran serta warnanya. Bentuk objek yang diamati masuk ke dalam mata, dan diubah lensa mata sehingga terlihat jelas setiap wujudnya.

Teori Ibnu Haitham dalam "Kitabul Manazir", memberi pengaruh besar terhadap pakar iptek Eropa Abad Pertengahan, seperti Roger Bacon, Leonardo dan Vinci, Joh Keppler, dan Descartes. Tanpa pertolongan teori-teori Ibnu Haitham, mereka tak akan dapat menetapkan hukum-hukum tentang "sinus" yang merupakan unsur penting dalam trigonometri.

"Sesuai tradisi ahli-ahli ilmu pengetahuan Muslim zaman itu, yang menguasai ilmu secara holistik dan universal, Ibnu Haitham juga memberi sumbangan besar di bidang ilmu-ilmu terapan, fisika, matematika, anatomi, meteorologi, dan lain-lain. Tapi karyanya di bidang optika, tetap yang terpenting. 

Di laboratoriumnya yang sederhana namun lengkap di Kota Basra, Irak. Ibnu Haitham melakukan percobaan-percobaan untuk menetapkan sudut pandang dan sudut pantul, pembekokan cahaya dalam air dan kaca, serta berbagai posisi bayangan di atas cermin-cermin datar, cembung, cekung, dan bulatan berbentuk bola. Dari semua percobaan tersebut, Ibnu Haitham sudah meletakkan dasar-dasar pembuatan lensa kamera. Ia juga melakukan percobaan-percobaan penting dengan kamera obscura. 

Lahir di Basra tahun 965, dan meninggal di Kairo, Mesir, 1039, Ibnu Haitham sudah terkenal sebagai ilmuwan sejak usia muda. Tak heran jika penguasa Mesir dari Dinasti Bani Fatimiyah, yaitu Hakim bin Amirillah (996-1021), mengundang Ibnu Haitham ke Kairo.

Penguasa itu meminta Ibnu Haitham membuat bendungan yang mampu mengatur air Sungai Nil agar tidak selalu banjir. Setelah mengadakan penelitian mendalam, Ibnu Haitham menolak permintaan itu. Alasannya, membuat bendungan mudah dilakukan, karena teknologi penunjangnya sudah ia kuasai. Namun ia tak be-rani menanggung risiko yang harus diderita kawasan sekitar bendungan.

Berapajuta spesies hewan dan tumbuhan akan musnah terendam air. Padahal baru sebagian kecil saja dari spesies tersebut yang sudah terinventarisasi dan diketahui manfaat mudaratnya bagi kehidupan manusia. Juga risiko perubahan suhu, tata ruang, dan tata guna tanah.

Ibnu Haitham mengusulkan, agar Sungai Nil tetap dibiarkan apa adanya, sebelum dampak-dampak yang mungkin timbul teratasi sepenuhnya.

Karya-karya Ibnu Haitham mencapai dua ratus judul meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Antara lain "Maqalahfi Istikhraji Sam'atul Qiblaf (teori tata kota), "Maqalahfi Hayatil Alam" (astronomi), "Kitab fi al Minasit" (kamus optika), "Fi al Marayail Muhriqah bi al Dawa'ir" (cermin suryakanta), Maqalah ft Dawail Qamar" (cahaya dan gerak-gerik benda langit), "Fi Surahil Kusuf (penggunaan kamera obscura pada pengamatan gerhana matahari), dan banyak lagi.

Berkat "Kitabul Manazir" yang memberi ilham bagi perkembangan ilmu optika di masa-masa kemudian, Ibnu Haitham dihargai sebagai ilmuwan optika terbesar sepanjang abad, sejajar dengan Ptolemeus dan Witelo yang menjadi perintis ilmu optika dunia. Tapi tanpa "Kitabul Manazir" dan Ibnu Haitham, teori-teori optika Ptolemeus dan Witelo akan "jalan di tempat".

Ibnu Haitham yang menggerakkan teori-teori lama itu dengan penemuan-penemuannya yang baru, sehingga ilmu optika mencapai taraf kemajuan yang mencengangkan. Terutama di abad milenium ketika benda-benda optika tak terpisahkan dari kebutuhan hidup manusia modern.
Follow Warta Iptek di Google News